Jumat, 01 Agustus 2008

Tugas Ushul Fiqih


Perbedaan Ushul Fiqih Dan Fiqih
  


Memahami Ushul Fiqh

      Secara bahasa yang dimaksud dengan al-ashlu adalah sesuatu yang diatasnya dibangun sesuatu yang lain. Baik apakah bangunan tersebut sifatnya indrawi seperti pembangunan tembok diatas fondasi atau yang sifatnya pemikiran seperti membangun ma’lul (hukum yang terdapat ilat) berdasarkan illat dan (sesuatu) yang ditunjuk oleh suatu dalil. Maka ushul fiqh adalah kaidah-kaidah yang fiqh dibangun diatasnya. pengertian fiqh, secara bahasa, adalah faham. Pengertian seperti itu antara lain terdapat dalam firman-Nya Ta’ala :

"…kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu… " (TQS.Hud (11):91)


        Maka pengertian ushul fiqh adalah kaidah-kaidah yang dibangun diatasnya suatu proses didapatnya otoritas dalam hukum-hukum oprasional berdasarkan dalil-dalil yang sifatnya rinci. Oleh karenanya ushul fiqh itu ditakrifkan sebagai pengetahuan atas kaidah-kaidah yang dapat mengantarkan pada proses istimbath atas hukum-hukum syara’ dari dalil dalil yang bersifat rinci. Sebutan ushul fiqh ini juga berlaku atas kaidah-kaidah itu sendiri. Maka ketika kita menyebut kitab ushul fiqh, maksudnya adalah kitab yang didalamnya termaktub kaidah-kaidah tadi. Dan ketika kita katakan ini ilmu ushul fiqh maksudnya adalah kaidah-kaidah yang mengantarkan pada proses istimbath hukum-hukum syara’ dari dalil-dalil yang sifatnya rinci. Maka pembahasan ushul fiqh adalah pembahasan tentang kaidah-kaidah dan dalil-dalil, pembahasan tentang hukum, sumber-sumber hukum, serta tatacara istimbath hukum dari sumber-sumber ini. Termasuk cakupan ushul fiqh adalah dalil-dalil yang global dan arah penunjukannya atas hukum-hukum syara’, sebagaimana tercakupnya bagaimana kondisi orang yang beristidlal dalam hukum-hukum syara’, namun secara global dan tidak bersifat rinci, atau dengan kata lain pengetahuan tentang ijtihad.


Penertian Fiqih

         Sedangkan menurut istilah para ahli syariah yang dimaksud dengan fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syariah yang sifatnya oprasional yang diistimbathkan dari dalil-dalil yang sifatnya rinci. Dan yang dimaksud dengan ilmu tentang hukum-hukum, terkait dengan si alim terhadap fiqh tersebut, bukanlah sekedartahu, tapi pengetahuan yang memungkinkan dia memiliki otoritas atas hukum-hukum syara’ tersebut. Atau dengan kata lain bahwa pengetahuan dan pendalaman tersebut sampai pada level yang dapat mengantarkan si alim terhadap hukum-hukum tersebut memiliki otoritas atas hukum-hukum tersebut.  

         Maka dengan sekedar adanya otoritas tersebut sudah cukup untuk menganggap siapa saja yang sampai pada level tersebut sebagai orang yang layak untuk disebut sebagai orang yang faqih, meski tidak meliputi semuanya. Namun merupakan keharusan baginya untuk memiliki pengetahuan atas hukum-hukum syara’ yang sifatnya cabang, meski secara global, berdasarkan proses kajian dan proses istidlal, dan pengetahuan atas satu atau dua hukum saja tidak disebut sebagai fiqh.